MEMBACA PROYEKSI PARTAI GOLKAR INDRAMAYU 2024
Oleh. : H. Adlan Daie
Analis politik elektoral dan sosial keagamaan.
Mampukah kunjungan Erwin Aksa, wakil ketua umum DPP partai Golkar dan Ace HasanSadeli, ketua DPD partai Golkar Jawa Barat dengan "show off force" sebuah helikopter secara khusus ke DPD partai Golkar Indramayu dalam rangka "diklat" kader dasar partai Golkar Indrmayu (fokuspantura, 23/3/2022) menjadi "titik kejut" pembuka untuk bangkit mewujudkan "trilogi sukses" yang dicanangkannya, yakni menang pileg , pilpres dan pilkada Indramayu 2024 ?
Dalam.konstruksi penulis berdasarkan teori model Dirga Ardiansa, peneliti Puskapol UI tentang "strategi alternatif politik elektoral" dan basis data survey sekunder minimal ada tiga simpul kekuatan "staying power" atau daya tahan politik partai Golkar yang dapat dieksplore pasca lepasnya kekuasaan rejim politiknya pada pilkada 2020 dan berpulangnya H. Yance, "personal influencer", tokoh berpengaruh partai Golkar Indramayu selama 20 tahun terakhir. Yaitu :
Pertama, daya tahan atau bahkan titik bangkit partai Golkar dari bacaan buku "The golkar way", sebuah buku adaptasi dari disertasi S3 Akbar Tandjung, (mantan) ketua umum partai Golkar tentang bagaimana partai Golkar mampu bangkit dari "turbulensi" gelombang reformasi 1998 adalah kemampuannya merekonstruksi padu antara "intelektual.politik" dan "ketrampilan politik" menjadi kekuatan "teknokrasi politik" di mana kekuatan politiknya bertumpu pada "realisme pragmatis" dan konektivitas kekaryaan bukan pada romantisme "ideologi partai".
Kedua, gestur partai Golkar adalah "the melting pot party" atau dalam istilah Dr. Amir Santoso, dosen Fisipol.UI disebut partai "paling tengah", tempat relatif nyaman berhimpunnya beragam aliran ormas keagamaan dan aneka profesi kekaryaan yang diikat "realisme pragmatis" dalam merawat konstituen pemilihnya. Realisme pragmatis adalah kemampuan advokatif partai dalam mengartikulasikan perjuangan aspirasi publik dalam arus kebijakan negara/pemerintah melampaui sentimen "politik aliran" agama dan segmentasi sosial yang ketat.
Ketiga, berdasarkan update data survey Litbang kompas (Pebruari 2022) dari gestur politik partai Golkar di atas rata rata tingkat kesetiaan pemilih partai Golkar secara nasional sebesar 63%. Artinya, pemilih partai Golkar pada pileg 2019 sebesar 63% setia hendak memilih kembali partai Golkar pada pileg 2024. Sisanya rumpun pemilih "swing voters" (pemilih mengambang) dan "undersided voters" (belum menentukan pilihan). Dua variabel rumpun pemilih di atas lebih mudah ditaklukkan dengan pendekatan "realisme.pragmatis" dibanding jualan deologi politik. Itulah kekuatan partai Golkar.
Jadi, jawaban atas pertanyaan hipotesis di awal tulisan di atas, yakni mampukah partai Golkar Indramayu mewujudkan.target "trilogi sukses"nya di atas sangat tergantung pada kemampuan elite partai Golkar Indramayu menggeser strategi politiknya pasca lepasnya kekuasaan rejim politik pada pilkada 2020 dan berpulangnya h yance, "personal influencer", tokoh berpengaruh partai Golkar Indramayu selama 20 tahun terakhir dan mampu mengeksplore tiga variabel "gestur", "staying power" dan kekuatan daya tahan politik partai golkar di atas secara adaptif.
Inilah tantangan partai Golkar Indramayu dalam proyeksinya menghadapi pemilu 2024. Dalam.konteks agenda politik lokal bagaimana partai Golkar sejak dini mempersiapkan calon bupati, agenda penting berjarak waktu sangat dekat pasca pileg 2024. Kelalaian atau "malu malu" mempersiapkan calon bupati yang tidak dikonstruksi dalam satu paket dengan memenangkan pileg 2024 partai Golkar Indramayu potensial bisa jatuh pada mentaltitas "politik keledai", jatuh dua kali di lubang yang sama alias kalah pilkada dua kali berturut turut meskipun berpeluang besar menang dalam pileg 2024.
Pertanyaan penutupnya bagaimana dengan gestur dan gerakan politik PDIP dan PKB menghadapi dominasi partai Gokar Indramayu penulis mencoba menulisnya pada episode tulisan berikutnya berdasarkan update data survey terbaru lebih detail dalam peta politik Indramayu dan kemungkinan potensi "sodokan" PKS , Geeindra, Demokrat dan Nasdem di level medioker politik Indramayu.
Wallahu a'lam bish shawab. (*)