PKB DAN LONGGARNYA NU DI JAWA BARAT
.Oleh : Adlan Daie
Pemerhati politik dan sosial keagamaan.
Gus Muhaimin dalam safari politiknya di kab Bandung Jawa Barat (15 Pebruari 2022) optimis PKB di Jawa Barat dapat memenangkan pileg 2024. Trend positifnya dapat dilihat pada PKB Jawa Barat di era kepemimpinan Syaeful Huda pada pileg terakhir 2019 menunjukkan prestasi lumayan baik dari sisi perolehan kursi di DPRD Jawa Barat ( dari 7 kursi menjadi 12) dan trend kenaikan elektoralnya. Tapi tentu tidak mudah memenuhi target maksimal yang dikehendaki Gus Muhaimin di atas dilihat dari peta demografis pemilih di Jawa Barat.
Dalam penelitian LIPI (2018) seperti dikutip Amin Mudzakir populasi muslim di Jawa Barat meskioun secara umum (80%) dekat dengan tradisi ormas NU, yakni gemar ziarah kubur, tahlilan, qunut di shalat shubuh, dua kali.adzan dalam sholat jum at dan lain lain tetapi hanya 9% mengasosiasikan diri pada NU dan 14 % berbagi pada semua ormas Islam.lain selain NU (Muhammadiyah, Pesis, PUI dll). Dalam perspektif Prof Jakob Sumardjo (1989) karakter Islam sunda (72%) dari populasi muslim di Jawa Barat berbeda ekspresi dan coraknya dengan Islam Jawa di mana PKB secara umum lebih "at home" di dalamnya - etnis Jawa 15% dari populasi Jawa barat.
Dalam konstruksi sosiologis "islam sunda" di atas menurut Prof Dawam Rahadjo (1989) lebih identik dengan "islam.melayu" di mana keterikatan asosiatif populasi muslim di Jawa Barat ke ormas NU "lebih longgar" dibanding Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagaimana temuan survey (2018) Burhanudin Muhtadi, Direktur lembaga "Indikator politik" atau dalam istilah hasil penelitian kementerian agama (2020) tentang indeks moderasi beragama populasi muslim di Jawa Barat "lebih potensial" terpapar radikadisme agama dan intoleransi sosial meskipun dari sisi variabel indikarifnya menimbulkan kontrovesi dari kalangan ormas ormas islam sendiri.
Inilah salah satu variabel.yang menjelaskan bahwa massa besar muslim di Jawa Barat di masa lalu menjadi basis elektoral terbesar partai Masyumi dengan raihan 26%, pemenang pemilu di Jawa Barat pada pemilu tahun 1955 dan dalam konteks kekinian menjadi "lahan subur" tumbuhnya komunitas muslim baru perkotaan seperti sosialita atau kelas menengah muslimah hijabis, pemuda hijrah, pesantren modern hingga komunitas kafe, pusat kebugaran dan trend musik islami dan lain lain dan mendapatkan spirit penguatannya dari effect demontrasi besar 212 dimana basis "suplay" massa besar secara militan dari.Jawa Barat.
Typologi sosial massa pemilih di atas dan menguatnya trend baru dari anak muda keturunan keluarga NU hingga mulai merambah masuk ke komunitas sosio kultural "Jawa" di Cirebon, Indramayu dan Cilamaya Karawang adalah generasi muslim "percaya diri" dan tidak peduli.dengan stigma radikal dan intoleran. Pada pemilu 2019 Gerindra dengan tampilan narasi "islam.politik Prabowo dan PKS dengan kekuatan kader aktivis kampusya "meraup" elektoral besar dari basis massa besar muslim ini. Gerindra menjadi pemenang di Jawa Barat dengan raihan 25 kursi disusul PKS pemenang kedua dengan 21 kursi di DPRD Jawa Barat.
PKB Jawa Barat tentu sulit mengambil "ceruk" rumpun pemilih muslim di atas kecuali PKB, pertama, akseleratif dan massif mengaktualisasi tagline "peduli umat dan pelayan rakyat" di akar rumput dengan methode "ramah" pada ekosistem milenial, kedua, antisipatif pada kemungkinan "rebound" nya PPP di Jawa barat, ,ketiga tepatnya koalisi partai dan pasangan capres cawapres yang diusungnya dalam pilpres 2024 serentak bersama pileg dan keempat menguatkan gerakan "NU PKB ala KH. Imam Jazuli Cirebon secara massif di Jawa Barat saat PKB dikesankan publik "didlolimi" PBNU.
Dalam formulasi empat variabel di atas itulah jika dilakukan dalam keserentakan kerja kerja politik PKB akan mengalami lompatan elektoral dahsyat - lebih dari kenormalan trend naik turunnya PKB dalam setiap pemilu di margin angka 2,5% - dan (insyallah) mampu memenuhi harapan Gus Muhaiman menjadi pemenang pileg 2024 di Jawa Barat. Penulis sungguh percaya kader kader muda militan PKB Jawa Barat mampu melakukannya.
Wassalam !!!