ADA APA DENGAN ERICK THOHIR DI PANGGUNG HARLAH NU (?)
Oleh. : H. Adlan Daie.
Pemerhati politik dan sosial keagamaan.
Erick Thohir menteri BUMN mendapat panggung istimewa di acara puncak harlah NU ke - 99 di Bangkalan Madura kamis ( 20/2/2022) dihadiri hampir semua pucuk pimpinan PBNU, perwakilan PWNU seluruh Indonesia dan Pengurus Cabang NU se Jawa Timur. .Erick Thohir bukan saja menanda tangani MoU kerjasama PBNU dengan kementerian BUMN dalam rencana pendirian 200 an BUMNU (badan usaha milik NU) tetapi memberi sambutan di panggung harlah NU yang "terhormat" dikemas bergantian dengan Teten Masduki, menteri koperasi - yang juga hadir.
Tak kurang Khafifah Indar Parawangsa, Gubernur Jatim - juga unsur ketua PBNU - berkali kali menyebut dan mengapresiasi Erick Thohir dalam sambutannya. Bahkan ketua umum PBNU, Gus Yahya dalam amanat sambutannya tak lupa menyebut bahwa beredarnya spanduk dengan fotho duet Erick Thohir dan Khafifah hampir di seluruh di Jawa Timur bertepatan dengan puncak harlah NU yang dipusatkan di Jawa Timur adalah harmoni "anak ibu" (Erick thohir dari Ansor dan khafifah unsur muslimat - meskipun sambil berkelakar tapi mendapat "applus" tepuk tangan meriah dari peserta yang hadir.
Ada apa dengan Erick Thohir di panggung harlah NU? Apakah itu bermakna bahwa Erick Thohir secara implisit "diperkenalkan" sebagai "capres" representasi NU dalam acara resmi NU? Apakah itu keliru sebagaimana dulu PCNU Banyuangi dll dipanggil PBNU karena diduga mendukung pencapresan Gus Muhaimin, ketua umum PKB, partai anak kandung NU, meskipun dengan setting panggung yang berbeda? Ini bukan persoalan salah dan benar. Ini realitas politik. Ranah etik hanya seringkali menarik untuk wacana perbincangan tapi tidak menarik dalam dialektika kepentingan politik yang dibungkus "samar" dari irisan organisasi meskipun publik mudah menangkap pesan politiknya.
Dalam kerangka itu penulis memahami pandangan KH. Anis Maftukhin, MA, pengasuh pesantren Wali Salatiga bahwa Gus Yahya, ketua umum PBNU, menurutnya, "The real.politician", murni seorang politisi sebagaimana ia tulis dalam artikelnya cukup panjang berjudu "NU pasti bisa berpolitik" sambil mengutip pernyataan Gus Umar, tokoh "NU kultural" bahwa Gus Yahya menurutnya tidak konsisten dengan komitmennya sendiri untuk tidak membawa NU ke politik praktis tapi realitas kepengurusan PBNU dibawah kepemimpinanya diisi oleh para elite partai (tribunnews, 9/2/2022). Inilah yang disebut Burhanudin Muhtadi, pengamat politik bahwa NU adalah "kekecualian politik" yang terlalu lentur - kalau tidak mau disebut "zig zag" politik.
Kembali ke Erick Thohir yang mendapat tempat "istimewa" di panggung besar harlah NU ke - 99 di Bangkalan Madura di atas, Erick Thohir memang fenomena baru dalam wacana politik NU sejak "menaturalisasi" diri menjadi kader NU lewat pintu masuk pengkaderan GP Ansor, dibawah ketua umum Gus Yakut, menteri agama RI notabene adik kandung Gus Yahya, ketua umum PBNU. Dari sinilah Erick Thohir mulai banyak dirilis media dan hadir dalam acara talkshow di media TV nasional dengan "gestur" politik bakal kandidat capres. Bahkan hasil survey lembaga "baru" CSIIS (Centre for strategic on islamic international studies) menempatkan Erick Thohir sebagai capres "paling disukai" warga NU (Antara, 21/1/2022). Luar biasa.
Inilah tantangan bagi Gus Muhaimin dalam dua tahun ke depan menjaga dan merawat kantong kantong elektoral basis utama PKB dari kemungkinan tergerus pola "manuver" politik di atas yang diframing sistemik oleh sejumlah media arus utama. Tapi dari sudut pandang penulis Gus Muhaimin memiliki kelebihan "takdir" sebagai tokoh politik murni lahir dari "trah" dan tradisi politik NU, tidak mudah tergeser dari persepsi publik.warga NU. Sejauh Gus Muhaimin dan jaringan PKB mampu meletakkan tantangan di atas dalam framing "terdlolimi" di ruang publik dan mampu memperluas konsolidasi elektoralnya melalui pembentukan relawan relawan non struktural partai akan melapangkan jalan peluangnya menuju pilpres 2024. Mari kita tunggu dinamika politik episode selanjutnya.
Wassalam. (*)