PENCAPRESAN GUS MUHAIMIN DAN KONSTRUKSI ELEKTORAL PKB

 


Oleh. : Adlan Daie

Pemerhati politik elektoral dan sosial keagamaan.


Pencapresan Gus Muhaimin atas perintah para kiai dan didukung para "gus" diterima Gus Muhaimin dengan penuh kepercayaan tinggi saat konsolidasi struktural partai di Banyuangi Jawa Timur (Detiknews 20/1/2022) . Ini menandai bahwa Gus Muhaimin sebagai tokoh politik nasional mewakili representasi politik santri dalam kontestasi pilpres 2024. Gus  Muhaimin Ketua Umum partai "wong santri" sekaligus santri "par exelence" dalam  definisi "santri"  Dr. Zamakhsyari Dhofir dalam bukunya "Tradisi Pesantren" (1982).

Akan tetapi suka tidak suka fakta demografi pemilih di Indonesia meskipun mayoritas (87% ) berpenduduk muslim sejak pemilu 1955  hingga pemilu terakhir 2019 ( di luar pemilu rejim orde baru) tokoh politik santri dan partai berbasis santri tidak menjadi pilihan politik atau tidak dipilih mayoritas pemilih di Indonesia baik santri dalam definisi Dr. Zamakhsary Dhofier di atas maupun "santri" dalam definisi Islam modernis, yakni tokoh pergerakan Islam sebagaimana definisi Prof. Abdul Munir Mulkhan dalam bukunya "Runtuhnya Politik Santri" (1993).

Itulah yang terekam dalam data penelitian Clifford Gezt dan Herbiet Feith dalam pemilu 1955 dan update hasil survey elektoral dalam sejumlah lembaga survey politik. Di jawa Timur misalnya basis pemilih terkuat PKB hingga kini belum bergeser signifikan dari varian pemilih partai NU tahun 1955 , yakni tetap bertumpu di  wilayah "tapal.kuda" (dari Tuban ke Banyuangi plus Madura) sementara wilayah "mataraman" (Ngawi.Madiun, Blitar, Ponorogo dll) tetap menjadi basis  PNI Soekarno yang bermetaformosis ke PDIP Megawati. Demikian pula rumpun pemilih di Jawa Tengah.

Dalam skala perbandingan prosentase elektoral di tingkat nasional pemilih partai Islam (partai berbasis santri baik tradisional dan Islam modernis) secara akumulatif cenderung mengalami trend penurunan dari pemilu1955 sebesar 44% pemilih santri turun menjadi 36% di pemilu 2019. Itulah sebabnya trend  survey partai "non santri (partai berbasis abangan dalam istilah Clifford Gezt atau partai nasionalis dalam istilah politik hari ini) tetap di puncak tangga survey politik termasuk survey tokoh tokoh politik (nasionalis) dalam konteks pencapresan.

Maka ketika tekad "mari bung rebut kembali' yang digelorakan Gus Muhaimin, para kiai dan para "gus" di Jawa Timur  tentu pola pendekatan konsolidasinya harus menjawab peta demografis pemilih di atas.  Artinya, dalam kaidah NU, "Al muhafadhoh 'ala al.qodimish sholeh wal.akhdu bil.jadidil aslah", kuat mempertahankan basis "tradisional" sekaligus secara progresif merebut basis pemilih baru.

Aktualisasinya antara lain,  sebagai ilustrasi, jangan terlalu bertubi tubi konsolidasi mengangkat keberhasilan PKB tentang penetapan Hari Santri Nasional (hSN) dan UU tentang pesantren secara overload karena memang iitulah "basis tetap" PKB. Justru harus diimbamgi dengan langkah langkah progresif untuk masuk pada tema politik "abangan" seperti advokasi program petani tebu, kaum pinggiran kota, para buruh, rumpun nelayan.rakyat dll.

Politik memang tidak akan keluar dari diktum Otto.Van Bismach bahwa 'politics is the art of possible", politik selalu menghadirkan kemungkinan kejutan. Dalam konstruksi kepercayaan diri Gus Muhaimin itulah jkhtiar ikhtiar politiknya akan membuka  kemungkinan jalan takdir dan peluangnya secara elektoral dalam kontestasi pilpres dan elektoral PKB pada pemilu 2024  Semoga.

Wassalam. !!!. (*)

Next Post Previous Post