INTERPELASI, FENOMENA ANGGI NOVIAH DAN POLITIK PRAMUKA
Oleh. : Adlan Daie
Pemerhati politik dan kebijakan publik.
Dulu.saat masih di bangku sekolah para anggota DPRD kab Indramayu mungkin sangat fasih melafalkan "Dasa Dharma" Pramuka. Butir ke 10 berbunyi "Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan". Tapi dunia politik yang mereka jalani saat ini tentu tidak se riang gembira dunia pramuka. Dunia politik dalam teori "The Post Truth" Rapest Keyes adalah dunia "Convinving Promose But A lie", seni berbohong dengan keahlian cara mengucapkan janji yang meyakinkan. Dunia panggung stand up comedy.
Penulis tentu tidak sepenuhnya setuju teori "The Post Truth" di atas seolah olah dunia politik 100% orkestrasi panggung pura pura. Anggi Noviah, Anggota F PDIP DPRD dalam "intrupsinya" di forum Paripurna DPRD (30/12/2021) yang sempat viral di media sosial sedikit memberi harapan bahwa DPRD bukanlah panggung sandiwara melainkan panggung perjuangan aspirasi rakyat. Dalam konteks ini Anggi dari sisi gender dalam teori antropologi politik Prof. Dr Koentjaraningkat penulis sebut fenomena "minoritas vocal" di tengah mayoritas ruang politik "laki laki" yang diam.
Hak nterpelasi DPRD adalah jalan pembuktian apakah fenomena "minoritas vocal" Anggi Noviah di atas menjadi mayoritas determinan ruang politik."laki.laki" DPRD Indramayu, yakni ruang keberanian dan tegak lurus "suci dalam pikiran, perkataan.dan perbuatan" dalam mengemban suara rakyat untuk mewujudkan "Indramayu bermartabat " atau justru membenarkan sinisme Rapest Keyes di atas bahwa dunia politik adalah "Convinwing Promose But A lie", seni berbohong dengan cara mengucap janji secara meyakinkan?
Pilihan dua opsi politik inilah akan menentukan nilai martabat DPRD sebagai lembaga pengemban amanah suara rakyat. Karena itu, letakkanlah hak interpelasi DPRD adalah instrument demokratis yang legal untuk perjuangan politik advokasi kepentingan rakyat yang diwakilinya. Hak interpelasi dalam skema sistem demokrasi harus hadir dan dihadirkan dalam rangka mengontrol kebijakan bupati agar prudent secara regulatif dan out putnya bukan saja jauh dari kemungkinan merugikan rakyat melainkan terukur varian variannya untuk maslahat publik.
Dalam konstruksi di atas itulah urgensi hak interpelasi DPRD untuk meminta keterangan kepada bupati terkait kebijakan kebijakannya yang kontroversial dan sumber kegaduhan di ruang publik antara lain tentang pengangkatan Dirut PDAM, penonaktifan sejumlah jajaran struktural dan fungsional di.PDAM, pemecatan beberapa tenaga honorer, mutasi di lingkungan dinas kesehatan dan RSUD, kemungkinan pemecatan massal tenaga honorer kesehatan dan kebijakan lain terkait penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pelayanan publik yang prima.
Demikianlah seharusnya sistem politik demokratis bekerja meskipun rumit dan acapkali gaduh tetapi lebih menjamin proses "chek and balances", dan saling kontrol berfungsi baik dan akuntabel dibanding sistem politik otoriter meskipun simpel akan tetapi.daya rusaknya hingga ke sel.sel alam pikiran rakyat yang dipimpinnya. Singkatnya dalam sistem demokrasi tidak boleh hadir pemimpin otoriter dan "maunya nafsu sendiri" atas nama apapun dan diback up tembok beton ala rejim politik Fir 'un sekalipun.
Anggi Noviah telah memulainya lewat "intrupsi" yang berkali kali diucapkannya agar demokrasi tidak mati dan nterpelasi momentum jalan peradaban politik untuk pembuktian bahwa angggota DPRD masih seperti dulu "suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan" dalam mengemban amanah suara rakyat.
Wassalam ! (*)