Wakil Menteri Agama: Meski PSBB, Siapapun Dilarang Lakukan Penutupan Tempat Ibadah

Reporter:
Muh. Shokib
 | 
Editor:
Ilham Gunawan
Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa'adi saat diwawancarai wartawan. (Foto: Istimewa)

prokompimindramayu.blogspot.com, Jakarta - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi menegaskan, meski telah diberlakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam suatu wilayah, namun tidak boleh ada penutupan tempat peribadatan.

Menurutnya, kegiatan beribadah di tempat umum tetap harus diperbolehkan. Zainut melarang siapapun untuk melakukan penutupan tempat ibadah. 

Hal itu dikatakan Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI bersama Kemenag yang disiarkan langsung situs dpr.go.id, Senin (11/5/2020).

"Kami setuju dalam pelaksanaan tidak boleh kemudian masjid itu digembok, tidak boleh ada kegiatan, atau misalnya gereja digembok, tidak boleh. Tetap aktivitas peribadatan harus diberikan ruang," kata Zainut.

Zainut menyebutkan, bahwa kegiatan peribadatan atau kegiatan agama di tempat ibadah boleh saja dilakukan. Namun dengan catatan, kegiatan tersebut tidak mengundang jumlah massa yang besar.

Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa selama melakukan aktivitas peribadatan tetap harus melakukan protokol pencegahan virus Corona atau COVID-19.

"Yang tidak boleh adalah terjadinya kerumunan yang itu bisa berakibat yang terkait dengan penularan, transmisi penularan, itu yang kita hindarkan. Sepanjang protokol kesehatannya dijaga," ungkapnya.

Zainut juga meminta masyarakat agar mau memerhatikan fatwa MUI terkait ibadah di masa pandemi virus Corona atau COVID-19 ini. 

Bahwa warga di zona merah haram melaksanakan ibadah di tempat umum. Warga di zona kuning diperbolehkan untuk tidak salat di tempat umum. Sementara warga zona hijau dibolehkan beribadah seperti biasa di muka umum.

"Untuk itu, kami mengimbau kepada tokoh agama agar melakukan komunikasi dengan pemerintah setempat, mana daerah-daerah yang diperbolehkan untuk dilakukan relaksasi atau kelonggaran, mana yang tidak boleh," imbuhnya.

Sebelumnya, anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Moekhlas Sidiq, menilai penutupan tempat ibadah, misalnya masjid, selama pandemi virus Corona (COVID-19) merupakan keputusan yang keliru. 

Menurutnya, yang harus dilakukan adalah mengatur perihal manajemen, bukan menutup tempat ibadahnya. Membangun masjid dengan susah payah, namun sekarang ditutup begitu saja. 

"Menurut saya, ini kesalahannya bukan masalah tutup atau tidak, tetapi manajemennya," kata Moekhlas yang juga purnawirawan TNI.

Moekhlas kemudian membandingkan dengan kantor Kemenag dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang hingga saat ini tidak ditutup. Dia menegaskan, bahwa masjid tetap boleh dibuka, namun tidak menghilangkan protokol kesehatan pencegahan virus Corona atau COVID-19.

"Kenapa kantor Kemenag sampai sekarang buka? Manajemennya, nggak ditutup kok. Termasuk kantor presiden pun tidak ditutup. Yang diatur adalah manajemennya. Misalnya, soal jarak di dalam kantor. Bahkan, kalau waktu kerja kantor kami, tentara, bisa 12 jam, kantor-kantor normatif cuma 8 jam," jelasnya.

Aktivitas peribadatan di masjid saat masa pandemi, kata Moekhlas, perlu diatur waktunya. Misalnya waktu zuhur setengah jam, ashar setengah jam dan seterusnya. Menurutnya, perlu ada manajemen secara terperinci agar tempat ibadah tetap bisa berjalan.

"Menurut saya, tetap dibuka, tetapi pengaturan waktu salatnya yang perlu diatur," pungkasnya.
Next Post Previous Post