Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian Terakhir)
Ilustrasi Raden Arya Wiralodra |
Cerita ini merupakan lanjutan dari Tulisan Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian ke-12). Wiralodra yang merasa telah aman dari gangguan Arya Kemunging dengan pasukannya, kemudian segera kembali ke Pedukuhan Cimanuk.
Tidak lama sesudah terjadinya peristiwa itu, terlintas di hati Wiralodra suatu keinginan untuk meresmikan berdirinya pedukuhan Cimanuk dan memberikan nama yang tetap.
Setelah ia berunding dengan para pembantunya terutama Ki Tinggil, maka mulailah mereka mengadakan persiapan pengumpulan bahan-bahan yang diperlukan, karena ia bermaksud lebih dulu mendirikan “Tarub Agung” (Pendopo) untuk berkumpul dan bermusyawarah mengenai jalannya pemerintahan.
Saat bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat pendopo sudah siap semuanya, mulailah Raden Wiralodra dan rakyatnya membangun Tarbu Agung dengan menggunakan bahan-bahan yang terdiri dari kayu dan bambu.
Setelah pembangunan Tarub Agung selesai, maka Wiralodra menyiapkan saat akan diresmikannya pedukuhan tersebut. Wiralodra menghendaki agar peresmian tersebut dilaksanakan dengan suatu upacara sebagaimana lazimnya, yaitu mengadakan acara selamatan serta keramaian ala kadarnya.
Pada saat yang telah ditentukan, diresmikanlah berdirinya dukuh Cimanuk itu dengan segala kemeriahannya. Berbagai hewan peliharaan seperti kerbau, sapi, rusa, dan kambing disembelih untuk merayakan berdirinya dukuh Cimanuk, kemudian rakyat berkumpul di Tarub Agung untuk merayakan peresmian serta menikmati hidangan yang disajikan. Sebelum selamatan dimulai, terlebih dahulu Wiralodra mengucapkan pidato peresmian.
Suasana seketika menjadi hening, ketika Wiralodra berdiri sambil menucapkan salam, sesudah memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, maka Wiralodra mulai menguraikan riwayat berdirinya pedukuhan Cimanuk. Kemudian mengakhiri pidatonya dengan kata-kata “Untuk mengenang jasa orang yang telah ikut membangun pedukuhan ini, maka pedukuhan ini kami namakan Darma Ayu”.
Selanjutnya Wiralodra mempersilakan Ki Tinggil untuk membacakan do’a. Ki Tinggil membacakan do’a dengan khidmat, sementara para hadirin membaca aamiin. Selesai membaca do’a Ki Tinggil mempersilakan para hadirin untuk menikmati hidangan yang telah disiapkan.
Sambil berkelakar seperti biasanya, Ki Tinggil berkata “Alangkah senangnya, kalau makan-makan seperti ini bisa kita adakan setiap bulan, Hadirin pun tertawa mendengar kelakar Ki Tinggil itu.
Di luar ramai gamelan dibunyikan seperti calung, angklung dan lain-lain. Kemudian Ki Tinggil memasuki tarub dimana kesenian tayub diselenggarakan. Kedatangan Ki Tinggil disambut hadirin yang berkumpul di tempat itu, kemudian oleh salah seorang yang hadir, disuguhkan kepada Ki Tinggil sehelai selendang sebagai tanda penghormatan agar Ki Tinggil mau menari.
Dengan senyum-senyum simpul akhirnya Ki Tinggil menerima selendang itu dan memasangnya pada pinggangnya, kemudian mulailah menari. Tarianya amat jenaka sehingga para hadirin yang berkumpul disitu bersorak-sorai sambil bertepuk tangan.
Sementara Ki Tinggil berlenggak-lenggok sambil menggoyang-goyangkan pantatnya, biji matanya yang memang besar itu diputar-putarnya ke segala penjuru jurusan, sementara bibirnya menonjol oleh giginya yang cukup besar. Semua penonton senang sekali menyaksikan tarian Ki Tinggil hingga suasana menjadi semakin meriah.
Demikianlah peresmian Tarub Agung pun selesai dan diakhiri dengan selamat. Itulah cerita singkat tentang sejarah kedatangan Wiralodra di Indramayu.
TAMAT
Dikutip dari Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu Karya H. A. Dasuki (Tahun 1977).