Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian Ke-8)

Ilustrasi Nyi Endang Darma (Gambar http://netroartsegeran.blogspot.co.id)

Lambat laun Nyi Endang mulai mengajarkan ilmu-ilmu kesaktiannya kepada penduduk, sehingga rakyat berduyun-duyun datang kepadanya untuk berguru, malahan banyak menarik pendatang baru yang sengaja datang hanya untuk berguru ilmu kesaktian kepadanya. 

Tidak berlebihan kiranya jika hamba katakan bahwa pedukuhan Cimanuk bertambah maju dan makmur setibanya Nyi Endang Darma disana, malahan hamba dengan jujur harus mengakui bahwa penguasa daerah Cimanuk itu tanpa disengaja, kenyataannya telah berpindah tangan ke tangan Nyi Endang Darma. 


Walaupun dalam segala gal Nyi Endang Darma tidak pernah meninggalkan musyawarah dengan hamba, demikianlah keadaan daerah Cimanuk dengan rakyatnya yang hidup berbahagia, subur makmur, gemah ripah loh jinawi. 

Tiba-tiba datang Pangeran Guru bersama muridnya sebanyak 24 orang untuk menghukum Nyi Endang Darma yang dianggap menandingi Pangeran Guru, karena Nyi Endang Darma berani mengajarkan ilmu kesaktian kepada penduduk, walaupun Nyi Endang Darma dengan segala kerendahan hati dan sopan santun menyanggah segala tuduhan Pangeran Guru, tetapi di tetap menuduh Nyi Endang Darma sehingga Nyi Endang kehabisan kesabarannya. 

Akhirnya terjadi bitotama atau peperangan antara Nyi Endang Darma dengan Pangeran Guru yang dibantu murid-muridnya. Tetapi tidak seorang pun mampu menandingi kesaktian Nyi Endang Darma. Pertempuran berlangsung beberapa hari lamanya yang diakhiri dengan meninggalnya Pangeran Guru bersama semua muridnya. Itulah sebabnya hamba segera mengahadap kemari. 

Raden Singalodra Tumenggung Bagelen mendengarkan dengan seksama semua laporan Ki Tinggi, kemudian dia berkata “Hai Wiralodra, asal kamu tahu Pangeran Guru dari Palembang tersebut masih saudaramu karena keturunan dari Majapahit juga. Oleh karena itu engkau dan Ki Tinggil harus segera kembali ke Pedukuhan Cimanuk”. 

Raden Singalodra lalu melanjutkan percakapannya “Tangap Nyi Endang Darma, kalau ia melawan, potonglah lehernya, kali ini kau harus membawa saudara-saudaramu, sebab Nyi Endang sangat sakti mandraguna. Berhati-hatilah dalam menentukan segala siasatmu agar Nyi Endang Darma bisa ditangkap dengan mudah”. 

Setelah itu Raden Wiralodra segera berkemas-kemas untuk berangkat ke Pedukuhan Cimanuk. Sesudah mohon do’a restu kepada ayah bundanya, maka mereka kemudian berangkat kembali ke Pedukuhan Cimanuk. 

Sesampainya di Pedukuhan Cimanuk, mereka langsung menuju ke tempat kediaman Ki Tinggil. Jenjang Krawat pembantu utama Ki Tinggil, Bayantaka, Pulaha dan lain-lain sangat bergembira melihat gustinya datang bersama saudara-saudaranya dan tidak pula ketinggalan Ki Tinggil sebagai Lurahnya. 

Setelah mereka beristirahat sejenak, Raden Wiralodra memanggil Ki Puaha seraya berkata “Hai paman Pulaha, ikutilah keberangkatan Ki Tinggil yang menyuruh memanggil Nyi Endang Darma dan pengikutnya supaya datang kesini sekarang juga. Berhati-hatilah paman, jangan sampai ia tidak kebawa kesini sekarang juga. Maka mereka pun berangkat menuju ke rumah Nyi Endang Darma. 

Nyi Endang Darma sangat terkejut melihat kedatangan Ki Tinggil dan Pulaha ke rumahnya, dan mengambil tempat duduk, kemudian membahas kedatangannya. Lalu berkata “Setelah sekian lamanya meninggalkan pedukuhan Cimanuk, apa kabar paman, kemana saja paman pergi selama ini, mengapa paman tidak memberi tahu, sehingga hamba tak sempat memberi bekal apa-apa untuk diperjalanan”. 

Lalu Ki Tinggil menjawab “Tuan puteri, hamba mohon beribu-ribu maaf atas kelalaian hamba pergi meninggalkan pedukuhan ini tanpa memberitahu terlebih dahulu kepada tuan puteri. Ketika terjadi perkelahian antara Tuan Puteri dengan Pangeran Guru, hamba menyaksikan semua peristiwa menyedihkan itu dari awal hingga akhir, Hamba sangat takut, karena hamba bersembunyi saja di balik semak-semak tidak berani pulang ke kampung. 

Tiba-tiba terlintas di dalam hati hamba untuk meneruskan perjalanan hamba ke Bagelen, hingga akhirnya hamba pergi ke Bagelen. Setelah beberapa lama tinggal di Bagelen hamba kembali ke sini bersama Gusti Raden Wiralodra dan saudara-saudaranya Raden Wangsanegara, Raden Wangsayuda, Raden Tanujaya, dan Raden Ranujiwa. 

Tadi Raden Wiralodra mengutus hamba untuk mengundang Tuan Puteri, agar berkenan datang ke pondok hamba sekarang juga. Gusti Raden Wiralodra sangat menanti kedatangan tuan puteri Nyi Endang Darma. 

Baiklah paman, kata Nyi Endang Darma, hamba akan datang akan tetapi perkenankanlah hamba berganti pakaian sebentar, sambil cepat-cepta masuk ke kamarnya. Sementara Ki Tinggil dan Ki Pulaha menantinya di luar. 

Tidak berselang lama kemudian Nyi Endang Darma pun keluar dari kamarnya setelah mengenakan pakaian yang serba indah dan gemerlap. Bagaikan bidadari baru turun dari Kayangan Nyi Endang Darma kelihatan luar biasa cantiknya sehingga Ki Tinggil dan Ki Pulaha tertegun melihatnya. 

Kalau tidak segera mendengar suara Nyi Endang Darma yang mengajaknya berangkat, mungkin akan lama terdiam. Dengan sikap yang gugup mereka mempersilakan Nyi Endang Darma berjalan di muka dan mereka mengiringnya di belakang. 

Dikutip dari Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu Karya H. A. Dasuki (Tahun 1977).
Next Post Previous Post