Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian Ke-11)
Ilustrasi Raden Wiralodra |
Sambil tersungut-sungut Raden Tanuwijaya berkata “Coba kanda rasakan betapa hebatnya tlampekan ayam betina itu”. Kemudian Raden Wiralodra menyuruh kakaknya Raden Wangsanegara untuk maju ke arena, akan tetapi Raden Wangsanegara mogok, terus terang mengakui tidak sanggup melawan Nyi Endang Darma.
Maka Raden Wiralodra memanggil Nyi Endang Darma dan Nyi Endang Darma pun segera datang dan menyembah. Raden Wiralodra berkata “Wahai tuan puteri, harap tuan puteri tidak berkecil hati, sekarang tibalah giliran hamba untuk maju ke arena, karena saudara hamba yang lain tidak sanggup menghadapi tuan puteri marilah kita keluar ke alun-alun”.
Tetapi Nyi Endang Darma dengan sikap seperti orang ketakutan berkata “Duh gusti, hamba mohon ampun tidak berani melawan tuan hamba, biarlah hamba menyerah kalah sebelum bertanding”.
Jangan begitu, sahut Raden Wiralodra, sudah jamaknya orang yang mempelajari ilmu haruslah menguji dirinya apakah ilmunya itu benar-benar cukup baik. Anggaplah saja sebagai latihan, sementara itu diam-diam Raden Wiralodra berusaha henda menangkap Nyi Endang Darma, akan tetapi Nyi Endang Darma yang memang sudah terlatih baik, nalurinya mendorong dan ia berkelit ke samping sehingga luput dari tangkapan Raden Wiralodra.
Tanpa disadari mereka terlibat dalam suatu pertandingan adu kesaktian. Raden Wiralodra merasa terkecoh oleh gerakan Nyi Endang Darma yang begitu gesit segera berbalik mengikuti gerak langkah Nyi Endang Darma.
Sementara itu Nyi Endang Darma yang menyadari bahwa ia tidak akan dapat menghindarkan diri dari terkaman Raden Wiralodra, segera melompat menjauhkan diri dari Raden Wiralodra. Akan tetapi secara aneh Raden Wiralodra telah berdiri dihadapannya.
Nyi Endang Darma sudah dapat memastikan bahwa ia tidak mungkin lepas dari pengejaran Raden Wiralodra, segera mengubah dirinya menjadi danau yang sangat jernih. Raden Wiralodra yang waspada akan hal itu, segera melepaskan carkranya ke dalam danau itu. Maka danau itu pun lenyap dari penglihatan dan diiringi dengan munculnya seekor ular yang amat besar.
Hal itu pun segerai diketahui oleh Raden Wiralodra, maka iapun menjelma menjadi garuda. Disambarnya ular itu dan terjadilah pula perkelahian antara ular dan garuda. Kemudian ular pun lenyap dan Nyi Endang Darma masuk ke dalam jambu.
Akan tetapi Raden Wiralodra waspada akan tingkah laku Nyi Endang Darma, sehingga Nyi Endang Darma tidak dapat membebaskan diri dari pengejaran Raden Wiralodra, maka ia pun segera berganti rupa menjadi seekor burung yang mematuk-matuk jambu tersebut.
Nyi Endang Darma mengeluh dalam hati, alangkah susahnya membebaskan diri dari pengejaran Raden Wiralodra, kemudian Nyi Endang Darma lari ke gunung dan disana terjadi pula pertempuran. Nyi Endang Darma mencipta dirinya menjadi sebuah bukit, akan tetapi Raden Wiralodra yang mengetahui hal itu segera mengubah dirinya menjadi petir dan menyambar bukit itu.
Nyi Endang Darma merasa kewalahan mendahi serangan-serangan Raden Wiralodra yang bertubi-tubi datangnya. Maka iapun ia pun meloncat ke sungai Cimanuk. Sampai disitu Raden Wiralodra tertegun tidak ikut meloncat masuk ke dalam sungai Cimanuk.
Sementara itu terdengar suara yang mengatakan “Duh Raden, hamba tidak sanggup bertanding melawan tuan”. Raden Wiralodra menjawab “Hai Nyi Endang, janganlah tuan hamba bertingkah, menyerahlah kepada hamba dan marilah kita pulang bersama-sama untuk melanjutkan membangun pedukuhan yang telah sama-sama kita rintis untuk anak cucu kita”.
Kemudian terdengar lagi suara “Duh gusti Raden, maafkanlah hamba, perjalanan hamba masih jauh, janganlah hal itu merisaukan hati tuan hamba, hanya hamba berpesan jika kelak tuan hamba hendak memberi nama pedukuhan ini, maka untuk kenang-kenangan kita berdua, namakanlah pedukuhan ini dengan nama hamba. Kiranya permohonan hamba ini tidaklah berlebihan karena hamba pun ikut mempunyai andil yang tidak sedikit dalam usaha membangun daerah ini”.
Dengan perasaan masgul Raden Wiralodra pergi meninggalkan tempat itu seakan-akan tanpa tujuan sehingga akhirnya tibalah ia di desa Pegaden dimana saudara sepupunya Raden Wirasetra bermukim. Raden Wirasetra gembira sekali melihat kedatangan Raden Wiralodra yang tidak diduga-duga itu.
Setelah Raden Wirasetra membahagiakan kedatangan saudaranya sambil berjabat tangan, maka Raden Wirasetra bertanya “Wahai adinda, bagaimana perjalanan adinda mencari sungai Cimanuk apakah sudah berhasil?”. Raden Wiralodra pun menjawab “Alhamdulillah kanda, hamba sudah berhasil menemukan sungai Cimanuk dan hambapun telah mendirikan pedukuhan disana. Kemudian Raden Wiralodra menceritakan semua kisah pertemuannya dengan Nyi Endang Darma dari awal hingga akhir.
Dikutip dari Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu Karya H. A. Dasuki (Tahun 1977).