Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 3)
Ilustrasi Wiralodra berkelahi dengan harimau (Gambar http://kisahdanbabad.blogspot.co.id) |
Cerita ini merupakan lanjutan dari Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 1) dan Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 2).
“Hai cucuku Wiralodra, ketahuilah bahwa hamba bernama Ki Sidum. Adapun sungai ini bukanlah sungai Cimanuk yang sedang tuan cari, melainkan sungai Cipunegara. Kelak tempat ini akan berdiri desa Pamanukan. Sekarang teruskanlah perjalanan tuan ke sebelah timur, mana kala tua menjumpai seekor kijang yang bermata berlian, ikutilah dia. Dimana kijang tersebut lenyap dari penglihatan tuan, disanalah letak sungai Cimanuk yang tuan cari. Jika kelak tuan membabad hutan Cimanuk itu, bertapalah jangan tdur karena hal itu penting sekali untuk kebahagiaan anak cucu tuan di kemudian hari”.
Raden Wiralodra bersama abdinya segera menyeberangi sungai itu dan melanjutkan perjalanannya. Begitulah perjalanan Raden Wiralodra siang dan malam menjelajahi rimba raya. Sekonyong-konyong tampaklah olehnya seekor harimau sebesar kuda berdiri di tengah jalan yang hendak dilalui Raden Wiralodra.
Ki Tinggil ketakutan dan berkata “Duh Raden lihatlah itu ada harimau besar sekali, ayo kita bersembunyi raden, paman takut sekali”. Kemudian Raden Wiralodra berkata “Diamlah paman, biarlah akan hamba tanya harimau itu".
Kemudian Raden Wiralodra menghampiri harimau itu sambil menegur “hai harimau, menyingkirlah, jangan menghalangi perjalanan hamba”. Raja hutan yang tidak bisa berbicara itu kemudian mengaum dan meloncat hendak menerkam Raden Wiralodra yang berdiri di hadapannya.
Secepat kilat pula Raden Wiralodra mengelak ke samping sambil mengayunkan tinjunya yang amat keras. Sambil mengaum sebagai tanda kesakitan. Harimau itu pun lenyap dari penglihatannya. Tiba-tiba datanglah ular besar menghampiri Raden Wiralodra, tetapi ki Tinggil dengan tangkasnya memukul kepala ular tersebut.
Seperti halnya harimau, ular tadi pun lenyap dari pandangan yang diiringi munculnya sebuah sungai besar. Raden Wiralodra dan Ki Tinggil sangat tercengang menyaksikan segala peristiwa aneh yang baru saja dialaminya. Untuk meyakinkan hatinya akan kebenaran sungai yang dilihatnya itu, ia pun segera mengeluarkan azimatnya berupa senjata cakra dan dipukulnya ke sungai itu.
Maka sungai pun lenyap dari pandangannya kemudian muncul seorang perempuan yang cantik jelita menghampiri Raden Wiralodra seraya berkata “Hai satria, mengapakh tuan hamba ada di tengah rimba raya ini, Hamba masih gadis dan nama hamba Larawana. Jika tuan hamba sudi mempersunting hamba, hamba akan memberi pertolongan kepada tuan serta kesaktian dan kekayaan".
Sambil berlari kecil Ki Tinggil menghampiri Raden Wiralodra dan berkata dengan langgam memperingati. “Duh gusti, ingatlah kita berad di tengah hutan. Raden Wiralodra segera menjawab “hamba tak gentar paman, biarlah akan saya tanya”.
“Wahai tuan puteri, rasanya tidak layak seorang perempuan secantik tuan puteri ini berada di tengah hutan dan mengatakan masih gadis, belum bersuami. Hamba datang kemari bukan untuk mencari isteri dan hamba pun tidak hendak menikah sebelum hamba mencapai cita-cita”.
Dewi Larawana mendesak Raden Wiralodra dan berkata “Hai Raden, penolakan tuan merupakan penghinaan yang tidak ada taranya bagi hamba. Oleh karena itu hamba akan tebus penghinaan tuan dengan jiwa hamba”.
Bagaikan kilat Dewi Larawana menyerang Raden Wiralodra, tetapi secepat itu pula Raden Wiralodra mengelak dari serangan Dewi Larawana sambil mendorong sekuat-kuatnya sehingga Dewi Larawana jatuh tersungkur. Dewi Larawana bangkit lagi dan mencoba menyerang untuk kedua kalinya, akan tetapi Raden Wiralodra telah sipa untuk menangkis serangannya.
Demikianlah perang tanding segera terjadi dengan amat sengitnya, masing-masing mengeluarkan ilmunya, namun Raden Wiralodra tampak lebih unggul. Dewi Larawana segera mengeluarkan senjatanya berupa rantai dan menantang Raden Wiralodra.
Dia berkata “Wahai satria, terimalah senjata hamba ini”. Kemudian Raden Wiralodra pun membalasnya “tuan puteri tidak usah banyak bicara, lepaskanlah senjatamu, dada hamba telah siap untuk menerimanya”.
Maka dilepaslah senjata rantai itu dan tepat mengenai dada Raden Wiralodra. Ki Tinggi yang sejak tadi menyaksikan pertempuran itu, tanpa disadarinya memekik terkejut sambil menutup mata, ketika senjata itu tepat mengenai dada Raden Wiralodra. Gemerincing suara senjata itu bagaikan besi beradu dengan baja. Sedikitpun tubuh Wiralodra tidak terluka oleh senjata itu.
Sakti benar tuan hamba ini, kata Larawana. Sekarang tibalah giliran tuan untuk membalas. Dengan tidak berkata sepatahpun Raden Wiralodra mengeluarkan senjata cakranya dan dilepaskan ke arah Dewi Larawana. Saat senjata itu mengenai tubuhnya, laksana halilintar memancarkan cahaya terang benderang dan Dewi Larawana pun hilang seketika. Berbarengan dengan lenyapnya Dewi Larawana muncullah seekor kijang kencana.
Raden Wiralodra pun teringat akan pesan Ki Sidum yang mengatakan “kelak jika tuan melihat seekor kijang kencana bermatakan intan berlian, disitulah letak sungai Cimanuk”.
Tanpa membuang-buang waktu Raden Wiralodra dan Ki Tinggil segera mengejar Kijang itu yang lari dengan cepatnya menuju ke sebelah timur. Raden Wiralodra dan Ki Tinggil terus mengikutinya dari belakang.
Tiba-tiba lenyaplah kijang itu dari penglihatannya, kemudian tidak jauh dari tempat itu tampak olehnya sebuah sungai besar yang airnya mengalir dengan derasnya. Itulah sungai Cimanuk yang dicarinya selama bertahun-tahun.
Dikutip dari Buku Sejarah Indramayu karya H.A Dasuki (1977).